Salah satu penyakit yang sering kali muncul pada musim hujan adalah leptospirosis. Penyakit ini disebabkan oleh kuman leptospira. Karena gejala flu, orang lalu tak serius menanganinya. Padahal, jika tak serius ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan gagal ginjal.
Menurut dr Prasna Pramita, SpPD dari Rumah Sakit Brawijaya Women and Children, Jakarta Selatan, leptospirosis adalah suatu penyakit infeksi zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan oleh kuman leptospira. Kuman yang berbentuk spiral ini ada di dalam air seni dan sel-sel hewan yang terinfeksi. Bakteri ini dapat hidup di dalam air tawar selama lebih kurang satu bulan. Tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan, bakteri akan cepat mati.
Hewan yang biasa terkena kuman ini adalah hewan yang menyusui, seperti tikus, kucing, domba, kuda dan anjing. "Kuman leptospira sendiri terdapat lima macam, di antaranya, Canicola, Pomona, Grippotyphosa, dan Bratislava," terangnya. Semua hewan yang menyusui memang mempunyai potensi terserang kuman leptopira. Namun yang paling banyak dan lebih sering adalah tikus. Masa tumbuh leptospirosis itu sendiri sekitar 10 hari.
Gejala dan Bahaya
Masa inkubasi leptospirosis adalah sekitar 4-14 hari. Sekali berada di dalam aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan munculnya gejala tertentu. Pada stadium awal, gejalanya mirip gejala flu, antara lain, demam tinggi, menggigil, pegal linu (terutama betis dan punggung), nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, rasa mual dan muntah, diare, dan rash (kemerahan). Kondisi seperti ini biasanya akan diikuti oleh konjungtivitis atau mata yang memerah yang lama-kelamaan menjadi kuning. Begitupun pada kulit. Oleh karena itu, kebanyakan orang mengira bahwa itu penyakit kuning.
Pada stadium lanjut atau stadium kedua, kondisi penderita lebih parah. Misalnya, terjadi gagal ginjal, pendarahan masuk ke kulit dan selaput lendir, pembengkakan selaput otak atau meningitis dan pendarahan di paru-paru. Penyakit ini bisa membuat penderita mengalami kelelahan menahun selama berbulan-bulan, bahkan ada pula yang terkena sakit kepala lagi atau tertekan. Ada kalanya kuman ini bisa terus berada di dalam mata dan menyebabkan bengkak mata yang menahun.
Penularannya sendiri melalui dua cara. Pertama, secara langsung, yaitu dari hewan yang terkena kuman leptospira. Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan binatang, seperti merawat, memotong hewan, dokter hewan dan peneliti yang menggunakan binatang sebagai kelinci percobaan. Umumnya, penularannya terjadi secara kebetulan.
Kedua, secara tak langsung, yaitu melalui air atau tanah yang tercemar oleh urin hewan yang terkena kuman leptospira. Orang-orang yang membersihkan selokan dan genangan air di rumah pascabanjir mudah tertular. Siapa tahu pada saat hujan turun, kuman itu sudah menyebar. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau melalui selaput lendir mata, selaput lendir di mulut dan saluran pernapasan. "Makan makanan atau minuman air yang tercemar juga kadang-kadang menjadi penyebab penyampaiannya," lanjutnya.
Selain kedua cara di atas, leptospira juga dapat ditularkan kepada orang lain melalui kontak seksual atau air susu ibu, sekalipun ini jarang terjadi. Cara penularan lainnya adalah melalui makanan dan minuman yang sudah terkena kuman leptospira yang disimpan di gudang, warung, toko kelontongan, supermarket dan dapur. Angka kematian penderita leptospirosis cukup tinggi, bisa mencapai 2,5-16,45 persen atau rata-rata 7,1 persen. Bahkan resiko kematian penderita berusia di atas 50 tahun lebih besar, yaitu bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai dengan selaput mata berwarna kuning, risiko kematian akibat leptospirosis lebih tinggi.
Pengobatan
Pada dasarnya, leptospirosis bukanlah penyakit yang berbahaya. Hanya saja, penyakit ini umumnya terlambat diobati atau ditangani karena luput dari diagnosis. Apalagi gejalanya mirip gejala flu. Padahal, hati dan limpa juga ikut membengkak.
Pengobatan terhadap penyakit ini biasanya dengan memberikan obat antibiotika, seperti cefotaxime, doxycyline, penisilin, ampisilin, amoxillin. Tapi sampai saat ini belum ada vaksin untuk manusia. "Vaksin yang digunakan untuk hewan ada beberapa strain, tapi hanya efek untuk beberapa bulan," tambahnya. Jika pengobatan dilakukan sejak dini, prognosis leptospirosis umumnya sangat baik. Lain hal nya jika terlambat diobati.
Cara terbaik mencegah terjadinya leptospirosis adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan. Tempat-tempat yang mungkin menjadi sarang tikus harus segera dibersihkan, sehingga tidak ada tempat sedikitpun untuk berkembangbiaknya bakteri leptospira yang mematikan ini. Karena, sekali lagi, kuman leptospira ini mampu bertahan hidup selama beberapa bulan di dalam air dan tanah.
Menurut dr Prasna Pramita, SpPD dari Rumah Sakit Brawijaya Women and Children, Jakarta Selatan, leptospirosis adalah suatu penyakit infeksi zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan oleh kuman leptospira. Kuman yang berbentuk spiral ini ada di dalam air seni dan sel-sel hewan yang terinfeksi. Bakteri ini dapat hidup di dalam air tawar selama lebih kurang satu bulan. Tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan, bakteri akan cepat mati.
Hewan yang biasa terkena kuman ini adalah hewan yang menyusui, seperti tikus, kucing, domba, kuda dan anjing. "Kuman leptospira sendiri terdapat lima macam, di antaranya, Canicola, Pomona, Grippotyphosa, dan Bratislava," terangnya. Semua hewan yang menyusui memang mempunyai potensi terserang kuman leptopira. Namun yang paling banyak dan lebih sering adalah tikus. Masa tumbuh leptospirosis itu sendiri sekitar 10 hari.
Gejala dan Bahaya
Masa inkubasi leptospirosis adalah sekitar 4-14 hari. Sekali berada di dalam aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan munculnya gejala tertentu. Pada stadium awal, gejalanya mirip gejala flu, antara lain, demam tinggi, menggigil, pegal linu (terutama betis dan punggung), nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk kering, rasa mual dan muntah, diare, dan rash (kemerahan). Kondisi seperti ini biasanya akan diikuti oleh konjungtivitis atau mata yang memerah yang lama-kelamaan menjadi kuning. Begitupun pada kulit. Oleh karena itu, kebanyakan orang mengira bahwa itu penyakit kuning.
Pada stadium lanjut atau stadium kedua, kondisi penderita lebih parah. Misalnya, terjadi gagal ginjal, pendarahan masuk ke kulit dan selaput lendir, pembengkakan selaput otak atau meningitis dan pendarahan di paru-paru. Penyakit ini bisa membuat penderita mengalami kelelahan menahun selama berbulan-bulan, bahkan ada pula yang terkena sakit kepala lagi atau tertekan. Ada kalanya kuman ini bisa terus berada di dalam mata dan menyebabkan bengkak mata yang menahun.
Penularannya sendiri melalui dua cara. Pertama, secara langsung, yaitu dari hewan yang terkena kuman leptospira. Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan binatang, seperti merawat, memotong hewan, dokter hewan dan peneliti yang menggunakan binatang sebagai kelinci percobaan. Umumnya, penularannya terjadi secara kebetulan.
Kedua, secara tak langsung, yaitu melalui air atau tanah yang tercemar oleh urin hewan yang terkena kuman leptospira. Orang-orang yang membersihkan selokan dan genangan air di rumah pascabanjir mudah tertular. Siapa tahu pada saat hujan turun, kuman itu sudah menyebar. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau melalui selaput lendir mata, selaput lendir di mulut dan saluran pernapasan. "Makan makanan atau minuman air yang tercemar juga kadang-kadang menjadi penyebab penyampaiannya," lanjutnya.
Selain kedua cara di atas, leptospira juga dapat ditularkan kepada orang lain melalui kontak seksual atau air susu ibu, sekalipun ini jarang terjadi. Cara penularan lainnya adalah melalui makanan dan minuman yang sudah terkena kuman leptospira yang disimpan di gudang, warung, toko kelontongan, supermarket dan dapur. Angka kematian penderita leptospirosis cukup tinggi, bisa mencapai 2,5-16,45 persen atau rata-rata 7,1 persen. Bahkan resiko kematian penderita berusia di atas 50 tahun lebih besar, yaitu bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai dengan selaput mata berwarna kuning, risiko kematian akibat leptospirosis lebih tinggi.
Pengobatan
Pada dasarnya, leptospirosis bukanlah penyakit yang berbahaya. Hanya saja, penyakit ini umumnya terlambat diobati atau ditangani karena luput dari diagnosis. Apalagi gejalanya mirip gejala flu. Padahal, hati dan limpa juga ikut membengkak.
Pengobatan terhadap penyakit ini biasanya dengan memberikan obat antibiotika, seperti cefotaxime, doxycyline, penisilin, ampisilin, amoxillin. Tapi sampai saat ini belum ada vaksin untuk manusia. "Vaksin yang digunakan untuk hewan ada beberapa strain, tapi hanya efek untuk beberapa bulan," tambahnya. Jika pengobatan dilakukan sejak dini, prognosis leptospirosis umumnya sangat baik. Lain hal nya jika terlambat diobati.
Cara terbaik mencegah terjadinya leptospirosis adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan. Tempat-tempat yang mungkin menjadi sarang tikus harus segera dibersihkan, sehingga tidak ada tempat sedikitpun untuk berkembangbiaknya bakteri leptospira yang mematikan ini. Karena, sekali lagi, kuman leptospira ini mampu bertahan hidup selama beberapa bulan di dalam air dan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
apakah anda pernah korupsi?